Sabtu, 29 Oktober 2022

Sebuah Catatan (1)

Kamu tahu kan aku sesimpel apa? Tapi karena sikap simplity itu membuatku bertahan lama menyimpan rasa dengan seseorang.

Ketika aku menginginkan, aku akan lebih banyak memendam. Ketika seseorang mengutarakan hatinya untukku, aku tak pernah benar-benar percaya. Aku butuh waktu lama untuk memberikan kepercayaan. Butuh creating case untuk melihat bagaimana seseorang membuktikan.

Ketika aku benar-benar mencintai seseorang, aku akan melakukannya dengan caraku sendiri. Aku kadang mendapat kritik, kok begitu sih? Kenapa kamu ga ngelakuin 'ini' kalo memang suka? Kenapa ga ini ga itu? Aku bilang, karena aku beda. Kalo udah benar jatuh hati sama orang, aku bakal mengistimewakannya dengan seagung cara yang kubisa. 

Cara istimewa menurutku boleh jadi beda dengan yang dipikirkan oleh kebanyakan orang. Ya karena aku tak ingin jadi bagian dari orang kebanyakan. Aku menciptakan standarku sendiri. 

Aku tak akan membuat seseorang yang kuinginkan terpenjara dengan rasa cintaku. Selagi belum halal, aku tak pernah punya sedikit pun hak untuk mengatur dirinya. Aku punya kriteria sendiri untuk menyukai seseorang, dan kriteria itu tidak selalu berarti hal yang 'harus mentok'. Aku punya kriteria yang beda. Yang ga orang ngerti (mungkin). Tapi kalo sudah lihat seseorang punya itu, dia takkan teralihkan.

Aku senang orang yang humoris. Aku suka mengamati seseorang dalam diam. Tapi aku bukan psikopat, ya. Aku hanya punya kepribadian yang agak 'nutup'. Bukan berarti ga bisa diajak ngomong. Orang introvert banyak kok yang asik, aku mungkin salah satunya. Hanya jika lawan bicara tahu bagaimana orang introvert diperlakukan, maka dunia akan sangat menyenangkan. Bagaimana orang lain tahu kalo kamu orang introvert? Setidaknya kalo ga tahu, cukup menerapkan kaidah-kaidah normal dalam bersikap. Orang introvert akan sangat senang.

Karena aku tahu ga sesempurna itu, aku tidak melulu melihat seseorang dari luarnya.   Aku senang dengan apa yang dimiliki dari sisi dalamnya. Pikirannya, hatinya. Fisik bisa punah. Tapi tidak dengan batin. Aku punya cara sendiri untuk menilai kebatinan seseorang. 

Dan aku tak senang dengan seseorang yang sengaja berubah hanya karena untuk mendapat perhatianku. Aku senang dengan dia yang punya kewibawaannya karena atas kesadarannya, kesadarannya bersikap karena tahu yang dilakukannya adalah sesuatu yang pantas, adalah sesuatu yang penting, bukan sekadar ingin mendapatkan perhatian. Aku prefer dengan dia yang punya tujuan jangka panjang mengusung misi kebermanfaatan untuk sosial. 

Jika aku menginginkan seseorang, aku juga belajar untuk tidak takut  kehilangannya. Karena jika dia benar untukku, dia takkan membuat dirinya untuk berpaling. Allah akan meneguhkan hatinya untuk terjaga. Dia akan berusaha untuk lebih memantaskan dirinya. Dan jika dia pergi, berarti dia memilih untuk tak bersamaku. Sangat sederhana. Karena aku juga punya prinsip, jika aku mengharapkan seseorang menjadi bagian hidupku, aku akan berusaha meningkatkan kualitasku untuk bersamanya. Sebagai bentuk kesadaran bahwa bersanding dengan seseorang perlu kelayakan. 

Aku membebaskan diriku untuk melakukan apapun, seperti aku membebaskan orang yang kusukai untuk melakukan hal yang diinginkannya. Aturannya tetap sama. Jika belum halal, tak bisa ada aturan apapun. Kita bebas melakukan hal-hal yang kita mau. Dari kebebasan itu, kita bisa menilai atas segala perilaku, apakah kita bisa layak bersanding bersama, atau kita perlu legowo untuk membiarkannya pergi untuk yang lain.

Sekali lagi jangan membesarkan rasa takut.
Jika kamu merasa takut, berarti ada sesuatu dari dalam dirimu yang masih kurang dan belum kamu benahi. Entah kualitas apa itu. Yang paling penting, keyakinanmu kepada Tuhan jangan pernah mengerdil.

Kamu perlu meninggikan kualitas untuk kebaikan hidup, bukan sekadar untuk memenuhi nafsu. Karena bersanding tidak berbicara tentang perkara dunia, tapi ada misi akhirat yang akan dituju.

---
Bandung, 14 September 2022.

0 komentar: