Selasa, 04 Oktober 2022

Lorong Waktu

Di sore hari yang sendu, ditemani cuaca yang juga sendu, aku bersama seorang temanku menyusuri jalan menuju sebuah tempat. Sambil memakai payung, kami berusaha untuk terus menyusuri jalan  menuju tempat itu.

"Harus banget ya sekarang? Malah hujan gini, rul. Sekalipun pake payung tetap aja ada basah-basahnya" - ucap temanku.

"Harus. Gapapa dah basah-basah sedikit, intinya ga basah semua, hehe" - aku menimpalinya.

"Lu itu emang ga bisa nahan diri ya. Ini kali kedua kamu ajakin aku kayak gini. Kok bisa aku nemu makhluk kayak kamu di bandung ini?" - jawabnya lagi seolah-olah kesal

"Lah lu mau-mau aja diajakin, aku kan ga pernah maksa. Kalo mau pulang, aku selalu mempersilakanmu melakukannya" - aku seolah-olah pasrah

"Hidihh, ntar ada apa-apa baru ngeluh. Kemarin kaki lu sakit itu karena lu ga ngajakin aku tuh. Untung semesta baek cepat ngasih kamu pertolongan. Aku juga ga mau dicap oleh semesta sebagai temen yang ga ada gunanya" - ujarnya

"Hahahahahah, jadi aku penting nih di hidupmu? Ciee" - aku menimpalinya lagi

"Dah lah ah. Itu payungnya diturunin deh, udah ga hujan. Ini pasti hujannya denger percakapan kita, lihat kita jalan kayak gini, jadi ikut kasihan makanya dia berhenti" - dia ngomong sekenanya

"Suka sotoy emang lu. Tapi tetap sayang, wkwk" - aku terkekeh sendiri dengan omonganku

Dia tak menjawabku lagi. Dia mungkin tak mendengarku karena jalannya sudah lebih cepat. Namanya Arumi. Dia cukup humble. Sangat penyayang. Sebulan yang lalu aku dipertemukan di taman kampus belakang rektorat. Waktu itu dia yang duluan mengajakku berkenalan. Aku seperti biasa ketika seseorang mengajakku berbicara kutanggapi dengan sebutuhnya. Entah kenapa, kita bisa lebih cepat akrab dan bisa begitu cepat nyambung dengan berbagai topik pembicaraan.  

"Rul, apa yang suka kamu galauin?" - Arumi bertanya

"Apa ya? Aku sering mikir kira-kira aku ini ada gunanya ga ya nanti? Ya mungkin sekitaran itu, nilai guna diri dalam hidup" aku ngomong saja sesuai yang ada di pikiranku

"Jiaaah, bahasa lu ilmiah banget. Tapi cakep juga sih. "Nilai guna diri" artinya kalo disederhanain itu manfaat diri kan? Kok bisa kamu galauin itu?" Dia menimpaliku

"Ilmiah apanya? Biasa aja tuh. Lu yang suka melebih-lebihkan. Kok bisa itu yang digalauin? Sebenarnya ga galau-galau bagaimana sih, ga kayak galau orang bucin yang ditinggal kekasihnya. Seringnya kayak cuman mikir, aku nanti ada manfaatnya ga ya? Maksudku, apa iya aku nanti benar-benar punya peran yang signifikan? Dan lain-lain" aku menjawab pertanyaan arumi

"Kalo lu mau ngomong galau karena rinduin si dia, itu juga gapapa kok aku ngerti. Hahaha. Eh tapi sebenarnya aku tuh mau ngomong gini ke kamu, 'apa yang kamu lakuin hari ini akan menjadi bekal untukmu nanti. Mungkin ga ngejamin profesi ini itu, tapi aku yakin sih semua yang kamu dapatkan sekarang ini jadi sesuatu yang berarti suatu saat nanti. Jadi sebenarnya menurut aku, kamu ga perlu galau-galauin masa depan. Terkhusus tentang nilai kebermanfaatan. Ya lakuin aja apa yang bisa kita lakuin. Kadang kita tuh terjebak dengan ekspektasi sendiri kan? Kalo ga jalan seideal yang kita mau ngerasa kita itu udah gagal banget gitu? Padahal kan, Tuhan itu mahabaik. Kalo ga ngabulin ideal yang kita maksud, pasti Tuhan akan memberi ideal yang baik menurutNya. Nikmatin aja tau. Jangan mikir-mikir berlebihan. Intinya hari ini kita usaha aja kan ya apa yang terbaik untuk di masa nanti, tapi jangan sampai juga mikirin yang masa depan terus. Hargain semua yang ada saat ini juga. Luangin waktu ke mereka yang ngasih kamu dukungan. Kamu jangan terlalu ngambis sehingga bikin orang-orang yang sayang sama kamu terabaikan'" Rumi berbicara panjang

"Aku ga selalu galau-galau tentang dia. Rindu sesekali itu wajar kan ya? Bagian dari proses kehidupan haha. Aku sama dia ga seperti orang lain tau. Nanti aja ngomong tentang dia. Btw makasih banget lo udah ngomong panjang-panjang. Aku sepakat sama omonganmu. Aku udah berusaha lakuin itu, rum. Cuman ya gatau aja pikiranku emang kayak suka berkelana kemana-mana. Kamu kan tadi nanya galauku seperti apa, ya aku jawab kek gitu aja" jawabku kepada arumi

Suasana sudah tidak semendung tadi. Tapi udaranya masih sejuk. Aku kini duduk berdua di bawah pohon rindang bersama Arumi. Tempat ini memang selalu menenangkan. Ga banyak orang yang  ngunjungin. Entah kenapa. Waktu itu juga ga sengaja menemukannya, alias kesasar hahaha dan akhirnya menemukan tempat ini. Aku kabari Arumi dan dia juga senang dengan tempat tersebut. Sejuk, sunyi, sehingga segala pembicaraan lebih bisa didengarkan dengan sepenuh hati.  Ada gazebonya juga jadi walaupun hujan tetap bisa dikunjungi. Malah makin menyenangkan. Aku bisa bermain hujan tanpa perlu diperhatikan oleh orang-orang. Tapi hujannya sudah berhenti. Sekarang sisa menikmati bekas-bekasnya saja dengan bau petrikor yang menghambur. Bau khas setelah hujan. 

"Rum, kamu tahu satu hal yang sulit dihancurkan oleh waktu?" Tanyaku

"Gak. Apa emang?" Jawabnya

"Kenangan" Jawabku

Rumi hanya terdiam dan aku kembali melanjutkan,

"Ditempat ini aku bisa mendapatkan diriku untuk menyusuri lorong waktu, rum. Lorong waktu yang membuatku merasakan keindahan yang pernah terjadi di hidupku, di waktu yang tak dapat lagi kugenggam saat ini. Kamu tahu kenapa aku mengajakmu kesini kan? Aku merindukan seseorang. Semalam beberapa kali aku memanggilnya. Dia yang telah melahirkanku dan kini telah berumahkan tanah" aku tak kuasa menahan air mata, lalu menunduk menutup wajah

Rumi tak berkata apa-apa, kemudian berusaha merangkul bahuku. 

Aku rindu mama. 

0 komentar: