Sabtu, 02 Mei 2020

MEMBACA DAN BERKACA

Sabtu, 2 Mei 2020. Hari Pendidikan Nasional untuk seluruh warga Indonesia.
S E L U R U H tanpa pandang B U L U.

---

Sudah menjadi kebiasaan bagi masyarakat Indonesia untuk setiap peringatan Hari-Hari Pentingnya, dalam jagad dunia maya dipenuhi oleh seribu satu macam ucapan-ucapan untuk menyemarakkan Peringatan Hari Penting tersebut. Mulai ucapan yang bersumber dari buah pikiran sendiri dari seorang individu hingga kata-kata yang dicaplok dari kata-kata para pahlawan, atau dari seorang panutan, dan lain-lain sebagainya yang diambil dan diulang (mungkin) setiap tahunnya sebagai sebuah simbolik—tanda eksistensi memperingati hari. Dari lingkup perseorangan hingga ke badan organisasi (kolektivitas) manusia.

Aktivitas ini sungguh sudah menjadi barang yang sangat lumrah, bukan sebuah aktivitas istimewa. Namun, meski demikian hal ini selalu dibutuhkan sebagai sebuah ajang syiar sejarah agar Hari-Hari Penting tersebut selalu diingat oleh para penduduk Indonesia. Dalam kenyataannya, memberi ucapan-ucapan seperti ini bagi sebagian orang menjadi sangat merasa antusias menyambutnya dan ada pula yang merasa bosan hingga dirasa cukup untuk bersikap ‘apatis’ menyikapinya. Tentulah sebagai warga Indonesia yang mencintai nilai-nilai nasionalisme, ‘keantusiasan’ yang diwujudkan pada unjuk memberikan narasi di media-media, atau hanya sekadar ucapan singkat yang termuat dalam desain pamflet dengan beragam bentuknya lewat story di sosial media menjadi bukti apresiasinya yang besar menyemarakkan Peringatan Hari Penting yang ada di Negara kita. Ini patut diajungi jempol karena kesadarannya sebagai warga yang sangat menghargai keberadaan Peringatan Hari Penting yang selalu hadir setiap tahunnya.

Tapi pertanyaannya kemudian, cukupkah kita menghargai sejarah bangsa kita hanya dengan memberi seberkas ucapan? Cukupkah kita menghargai seluruh pencapaian yang telah dilakukan oleh tokoh bangsa yang pernah ada dengan bernarasi panjang lebar di lingkup Sosial Media? Pertanyaan-pertanyaan ini bukanlah sebuah sikap oposisi pada aktivitas kita yang sangat antusias memberikan ucapan-ucapan “selamat” pada Peringatan Hari-Hari Penting di Negara kita, malah justru secara implisit (semoga teman-teman sekalian benar-benar memahami) hal ini sebagai sebuah dukungan kepada kita yang kemudian berusaha untuk terorientasikan pada sikap refleksi terhadap keantusiasan kita dalam memberi ucapan-ucapan tersebut.

Sudahkah kita memahami jalan sejarahnya? Sudahkah kita memahami makna dari setiap Peringatan Hari-Hari Penting tersebut? Ataukah kita hanya menjadi sebagai sosok yang mengerti kulit namun tidak dengan isi? Menjadi pelaku-pelaku yang menebar eksistensi tapi tidak mengenal esensi? Dan dari narasi panjang kita, sudahkah kita benar-benar mengamalkan apa yang menjadi pesan dari Hari Peringatan itu?

Lagi-lagi, kembali penulis tekankan bahwa tidak ada maksud dari paparan tulisan ini menggesek keharmonisan kita semua, tidak terbersit sedikit niat pun untuk merobek kohesi yang telah terjalin, siapapun kita, dimanapun kita berada, apa yang disampaikan penulis ini hanya dirancang untuk dapat menjadi titik balik dalam lingkar pengetahuan kita.

“Bahwa, sebagai kaum yang berwibawa yang terbina dalam lingkungan Intelektual, yang berkesadaran akan pentingnya ilmu pengetahuan, tidak cukup kiranya kita hanya tahu simpul tanpa tahu makna, tidak cukup hanya melihat permukaan dan tak mengenal isi secara mendalam, tidak cukup kita hanya sekadar memberi narasi “selamat dan lain-lain lanjutannya” dan tidak mengukuhkan jiwa dan pikiran memahami apa yang ada dibalik sejarah adanya Hari Peringatan. Konsekuensi memahami juga seharusnya juga tidak hanya jatuh pada retorika kita yang begitu epik namun pada sikap nyata kita dalam membina diri menyambut perwujudan amanat dari Hari Peringatan untuk dipenuhi”

"Kenapa sang penulis terlalu perhatian kepada kawan-kawan pemberi ucapan? Apa pula hubungannya memberi ucapan dan memahami makna? Adalah hak setiap orang untuk memberi ucapan apapun walau tak sempat memahami seluk beluk ucapan pada hari peringatan itu! Adalah hak setiap orang untuk menarasikan pikirannya tanpa peduli aktualisasinya. Dan lain-lain…."

Mungkin ada yang akan berkata seperti ini.

Hei para pembaca yang budiman, sungguh bukanlah keinginan para tokoh bangsa yang telah membebaskan cengkraman diri dari tangan penjajah memiliki generasi yang tak paham makna sejarah, dan tak mampu mengamalkan amanat yang diberikan. Pertanyaan kenapa harus paham makna? Supaya kita tidak buta Sejarah wahai pembaca yang budiman, dan tulisan ini hanya sebagai bahan pengingat bagi kita semua bahwa eloklah kiranya sebagai generasi bangsa yang diharapkan “unggul” untuk Negaranya mampu mengetahui bagaimana alur peristiwa dari bangsanya yang menjadi cikal bakal lahirnya dari sebuah Hari Peringatan, diaspek apapun itu, pendidikan, ekonomi, sosial, politik, kesehatan, dan lain-lainnya.

"Tapi saya bukan anak hukum, bukan anak pemerintahan, bukan anak ppkn, bukan anak ilmu Negara,  bukan anak ekonomi, bukan anak ini, bukan anak itu, dan lain-lain…"

Duhai saudaraku, seharusnya tidak ada pembatasan bagi kita untuk memperluas wawasan ilmu. Kemerdekaan MEMBACA sudah kita genggam sejak Reformasi 1998 satu dekade yang lalu. Apapun bidangmu, kita adalah GENERASI yang harus memahami SEJARAH yang pernah dilalui itu.

Sehingga BERKACA lah kita, Presiden Pertama Indonesia memperingatkan kita bahwa "Jangan Sekali-kali Melupakan Sejarah. JAS MERAH!"

--

Jadi, khusus untuk hari ini “Sudahkah kita memahami seluk beluk Hari Pendidikan Nasional yang selalu jatuh setiap tanggal 2 Mei yang tiap tahun kita peringati?”
"Apakah kita telah benar-benar berusaha membentuk diri menjadi sosok generasi yang akan membantu membangun negeri?"


Oh, belum?

Mari kita sama-sama memahaminya lagi.
Mari kita bekerja untuk membangun kualitas diri untuk kualitas hidup yang lebih baik sebagai bagian usaha menjadi generasi yang dicitakan negeri.

Agar kita mampu mengambil pelajaran, memetik hikmah dari peristiwa yang pernah terjadi.
Agar kita menjadi penerus generasi yang cukup baik untuk masa depan nanti.

--

Terima kasih. Salam cinta kasih.
*NF.


0 komentar: