Minggu, 05 Mei 2019

Kesan Awal Ramadan 2019


Memulai awal Ramadan di kampung halaman

Adalah sebuah kenikmatan tersendiri memulai awal waktu memasuki sebuah bulan yang suci, bulan yang mana ibadah dilipatgandakan pahalanya oleh Allah SWT, bulan yang dijanjikan penuh keberkahan, bulan Ramadan.

Memasuki usia yang tengah berkelindan di zona duapuluhan, nalar tak lagi sama pada tahun-tahun sebelumnya, raga menjelma dengan banyak perubahan, semuanya bersatu lalu mengkomparasikan sesuatu yang telah terjadi di masa silam dan di masa sekarang. Tiba-tiba saya berpikir, sudah cukup  lama juga saya menjejak di bumi sang Pencipta :’)

Deretan kisah-kisah yang pernah saya jumpai, di beberapa tempat yang saya temui kembali, seolah seperti sebuah gembok yang berhasil menemukan kunci, pintu lalu terbuka dan tetiba saja memuntahkan isi. Ingatan saya dipenuhi oleh berbagai perkara-perkara masa silam yang pernah hadir.
Btw, saya tidak sedang ingin memulai LAGU NADA SENJA alias alunan perasaan melankolis dalam nostalgia. Tidak kawan, saya hanya berusaha ingin mengulas beberapa kisah yang bisa kita petik maknanya bersama-sama. Tidak untuk meratapi atau mengenang dengan sendu kisah yang pernah ada.

Jadi, orang-orang yang saya kenali, mereka yang pernah dekat, semuanya telah hidup dalam kesibukan masing-masing. Mereka telah bertransformasi dengan banyak ihwal yang telah melekat pada diri sebagai identitasnya yang kini menjadi penanda untuk dikenali. Ada yang sudah SARJANA, ada yang  MASIH KULIAH, ada yang sudah BEKERJA, ada pula yang sudah MENIKAH. Ada juga yang sedang pusing memikirkan DIRINYA INGIN BERBUAT APA(?) :’) Karena penganggurannya dirinya. Teman sebaya, teman yang lebih tua, teman yang lebih muda, para kerabat yang berada di sepanjang jalan yang berdekatan dengan rumah, pohon-pohon, trotoar, segala unsur yang telah lama terekam dalam peta internal saya menjadi sangat berubah dalam pandangan yang saya punya.

Dalam teori kognisi menurut Jean Piaget, hal tersebut dipengaruh oleh perkembangan kognitif. Dan apa yang terjadi kepada orang-orang yang telah berumur seperti saya sekarang ini telah mengalami tahapan kognisi dalam tingkatan ke-empat yaitu tahap operasional formal yang mana perkembangan nalar atau individu telah melaju dalam tahapan berpikir yang abstrak, lebih logis, dan idealis.
Di usia seperti ini kita senang berpikir lebih banyak karena pikiran berpacu dengan membawa lebih banyak pertanyaan terkait segala sesuatu yang didapatkan dalam kehidupan. Seperti anak  kecil, tapi pikiran kita lebih kompleks lagi. Alasan-alasan mengapa kita hendak berperilakuan, semuanya mendadak diperhatikan. Kenapa? Kenapa semuanya harus ditindaki, dilakui, dikerjakan  dan segala macam bentuk sinonim pertanyaan tentang ‘perbuatan’ semuanya dipertanyakan.  Apakah Anda merasakan hal yang sama(?)

Jika ya, selamat, Anda sedang menempuh jenjang untuk naik tingkat dalam membangun kualitas diri Anda.
Tapi, oke, kembali kepada pembahasan awal karena kita tidak sedang ingin mendalami sebuah filsafat:’D

Saya kembali tersadarkan oleh sebuah bisikan ‘usiamu sedang beranjak tua, apa yang telah kau lakukan hingga sekarang?’ .  Hmm, oke baiklah, tidak mengapa. Sekarang saya sedang menyenangi hal-hal yang datang kepada diri saya. Pikiran saya masih terus mengonsep hal-hal yang ingin saya kerjakan. Tidak mungkin  juga saya menginginkan hidup orang lain yang terlihat lebih bahagia atau citranya lebih diatas dari hidup saya (ditilik dari pandangan manusia) yang kuinginkan segera seperti itu di saat sekarang. Oh jelas tidak mungkin.


Jadi,
APAPUN YANG TELAH ADA DI HIDUP KITA SEKARANG,
MAKA NIKMATILAH DAN BANYAKLAH BERSYUKUR.

Kalimat ini yang dapat menjadi kunci pembuka kebahagiaan setiap orang namun hanya segelintir yang bisa menyadari. Semoga orang-orang yang telah membaca tulisan ini termasuk dari golongan orang-orang yang tersadar akan hal ini.

Jadi usia saya sekarang adalah 20 tahun.

Saya merasa, saya perlu membuat titik loncatan perubahan di kampung halaman saya.
Karena saya bukan lagi anak kecil yang berpikir untuk menikmati kampung dengan bermain dengan banyak kepura-puraan (naik mobil pura-pura, makan hasil buatan dari dedaunan dengan pura-pura, menjadi bintang atau tokoh terkenal dengan pura-pura dan lain-lain sebagainya), juga bukan lagi yang akan memainkan segala permainan penuh persaingan yang meski sangat mengasyikkan (hadang-hadang, singkong-singkong, main wayang, main karet, boy-boy dll). Ya bukan lagi. Karena masanya telah lewat.

Jadi apa(?) Apa yang akan kita lakukan?
Dan pikiran saya berkata seperti ini

“Mari berkenalan kembali dengan segala unsur yang ada di kampung kita. Orang-orang yang telah lama kita tidak jumpai tentunya. Mereka-mereka yang pernah ada dalam kenangan kita di masa silam dan saat ini telah banyak berubah.”

Mari membangun relasi dan menciptakan kembali kohesi bersama mereka.
Karena mereka adalah sosok-sosok yang telah berjasa di kehidupan kita sebelumnya.
--------------

Menjalani puasa Ramadan pertama untuk tahun ini, saya seperti terlahir kembali menjadi sosok yang berbeda. Pikiran saya yang dulunya picik tentang mereka, kini  saya sadari bahwa semua yang ada di sekitar saya saat ini, di kampung ini adalah orang-orang yang dengan kehebatannya masing-masing memberi warna tersendiri dari berbagai waktu yang pernah  saya habiskan dengan mereka, mencipta SAYA dengan rasa yang kini menjadi penuh warna.
Dari lubuk pikiran yang terdalam, berkorelasi dengan lubuk hati yang terdalam, rasio dan rasa yang menyatu menerjemahkan bahasa itu pada raga dengan menyalur sebuah ekspresi saat melihat mereka semua, segala unsur yang pernah ada, dipandang mata dengan kesan yang BERHARGA :).

Dan

TERIMA KASIH
Kata yang untuk mereka kuberi, dan yang selalu kulontarkan kepada semua yang telah berjasa kepada diri.

Akhirul kalam, 

SELAMAT MENUNAIKAN IBADAH PUASA DI BULAN SUCI RAMADAN BAGI YANG MENJALANKAN. 
MARI MERAIH BERKAHNYA PUASA DENGAN SALING MEMAAFKAN.


Wassalam.
:)

2 komentar:

Alex mengatakan...

Masya Allah,sangat menginspirasi

Ulfa Nurfazlina mengatakan...

Keren