RELASI
INTERPERSONAL SISWA KELAS VIII SMP UNISMUH MAKASSAR.
OLEH :
NURUL
FATHANAH
SAHRAWATI
NURDIN
PENDIDIKAN
PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN
FAKULTAS
KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS
MUHAMMADIYAH MAKASSAR
2019
A. Latar
Belakang
Relasi
kelas sosial dalam pendidikan senantiasa
menjadi pembahasan yang menarik.
Awalnya aras kajian terbagi seputar
biaya pendidikan dan kebudayaan yang
berbeda antar kelas sosial di masyarakat.
Namun seiring keputusan pemerintah
untuk membebaskan biaya pendidikan
dasar dan menengah pertama, peneliti
pendidikan Indonesia lebih mengkaji
mengenai bagaimana relasiRelasi kelas sosial dalam pendidikan senantiasa menjadi pembahasan yang menarik. Awalnya aras kajian terbagi seputar biaya pendidikan dan kebudayaan yang berbeda antar kelas sosial di masyarakat. Namun seiring keputusan pemerintah untuk membebaskan biaya pendidikan dasar dan menengah pertama, peneliti pendidikan Indonesia lebih mengkaji mengenai bagaimana relasi antara perbedaan kebudayaan peserta didik dengan kurikulum maupun proses pembelajaran di sekolah. Selain kelas sosial, diskursus kesetaraan gender di Indonesia sejak 1970-an telah mendapat perhatian dari hampir setiap bidang disiplin ilmu. Meskipun dalam praktik kesetaraan antara laki-laki dan perempuan masih mengalami banyak hambatan, terlebih di negara-negara berkembang yang masih sangat menghargai
laki-laki (patrilineal culture).
Pendukung
utama bagi tercapainya sasaran pembangunan manusia Indonesia yang bermutu
adalah pendidikan yang bermutu. Pendidikan yang bermutu tidak cukup dilakukan
hanya melalui transformasi ilmu pengetauan dan teknologi, tetapi antara lain
didukung oleh pengembangan kemampuan peserta didik untuk menolong diri sendiri
dalam memilih dan mengambil keputusan demi pencapaian cita-citanya. Kemampuan
peserta itu tidak hanya menyangkut aspek akademis, tetapi juga menyangkut aspek
perkembangan pribadi, sosial, kematangan intelektual, dan sistem nilai.
Rahmat
(2008:79) mengemukakan hubungan interpersonal erat kaitannya dengan konsep diri
yang vital bagi perkembangan kepribadian. Lebih lanjut dijelaskan konsep diri
berpengaruh pada perilaku manusia, bagaimana anda memandang diri anda dan
bagaimana orang lain memandang anda, akan mempengaruhi pola-pola interaksi anda
dengan orang lain. Cangara (2011:32) mendefinisikan hubungan interpersonal
ialah proses komunikasi yang berlangsung antara dua orang atau lebih secara
tatap muka.
Purwanto
(2002:41) mengemukakan empati salah satu jenis perasaan sosial, yakni perasaan
yang menyertai pendapat seseorang tentang orang lain dan pengalaman-pengalaman
seseorang dengan orang lain. Sujiono (2009: 73) menjelaskan empati merupakan salah satu keterampilan sosial,
yakni keterampilan untuk menilai apa yang sedang terjadi dalam suatu situasi
sosial. Empati merupakan salah satu aspek yang sangat berpengaruh pada hubungan
interpersonal.
Golman
(dalam Nurihsan, 2007:78) menjelaskan bahwa empati merupakan bagian dari
kecerdasan emosional. Selanjutnya Nurihsan (2007:80) menguraikan empati adalah
kemampuan untuk memahami dan merasakan apa yang dipikirkan, dirasakan, dan
diinginkan oleh orang lain. Empati ini bergantung pada kesadaran diri
emosional. Empati merupakan keterampilan dasar bergaul. Orang-orang yang
memiliki empati akan lebih mampu menangkap sinyal-sinyal sosial yang
tersembunyi yang mengisyaratkan apa-apa yang dibutuhkan atau dikehendaki orang
lain.
Dari
beberapa pengertian yang dikemukakan para ahli di atas, dapat ditarik
kesimpulan bahwa hubungan interpersonal sangat dibutuhkan dalam interaksi
sosial. Seseorang yang kurang memiliki hubungan interpersonal banyak mengalami
kegagalan dalam kehidupan. Hal ini dapat dijelaskan adanya sikap, sifat yang
ditunjukkan yang sering tidak sesuai dengan tata nilai/norma, seperti
mementingkan diri sendiri, egois, menganggap memiliki kelebihan dibandingkan
dengan orang lain sangat merugikan diri pribadi itu sendiri.
Sebagaimana
diketahui pendidikan merupakan usaha sadar yang dilakukan sengaja dan terencana
untuk membantu anak didik mengembangkan potensi secara optimal, sehingga anak
mampu beradaptasi dengan lingkungannya. Pengertian ini mengandung makna bahwa esensi yang hakiki dan tujuan
akhir pendidikan adalah kemampuan melakukan adaptasi dengan lingkungan dalam
arti yang luas. Dengan demikian tujuan pendidikan menjadi dasar untuk
mengarahkan berbagai proses pendidikan (pembelajaran) agar mendekatkan anak
dengan lingkungan.
Hubungan
interpersonal tidaklah bersifat statis,tapi selalu berubah.Untuk memelihara dan
memperteguh hubungan interpersonal,perubahan memerlukan tindakan-tindakan
tertentu untuk mengembalikan keseibangan hubungan interpersonal. Hubungan interpersonal erat kaitannya
dengan kecerdasan interpersonal karena individu yang memiliki kecerdasan
interpersonal banyak memiliki teman,dilihat dari penjelasan tersbut maka dapat
diambil kesimpulan bahwa dari kecerdasan interpersonal akan tercipta hubungan
interpersonal yang baik. Menurut Gardner (dalam Musfiroh, 2008:7 ) menjelaskan
bahwa kecerdasan interpersonal sangat berpengaruh pada hubungan interpesonal
karena hubungan interpersonalmerupakan bagiandari interaksi sosial .Kemampuan
interpersonal terus berkembang hingga dewasa,mereka pandai membuat orang lain
merasa bahagia.
Adapun
indikator dari hubungan interpersonal yaitu; 1) keakraban,dimana keakraban merupakan
pemenuhan kebutuhan akan kasih sayang; 2) kontrol:kesepakatan siapa yang akan
mengontrol siapa dan bila mana; 3)respon yang tepat yaitu respon A harus
diikuti respon B yang sesuai; 4) keserasian suasana emosional ketika
berlangsung komunikasi.
Berbicara tentang relasi atau hubungan dalam sebuah
sekolah, berarti berbicara tentang unsur-unsur yang menghidupi sekolah yakni
siswa daan guru. Yang paling vital adalah itu. Namun dalam penelitian sederhana
yang dilakukan ini adalah lebih menitikberatkan pada penelitian tentang relasi
interpersonal terhadap siswa kelas VIII di SMP Unismuh Makassar.
B.
Rumusan Masalah
Bagaimanakah relasi interpersonal siswa kelas VIII di SMP
Unismuh Makassar?
C.
Tujuan Penulisan
Untuk mengetahui relasi interpersonal siswa kelas VIII di
SMP Unismuh Makassar
D. Pengumpulan
Data
Dari penelitian ini, penulis melakukan pengumpulan data
dengan menggunakan metode kuesioner. Kuesioner (angket) adalah teknik
pengumpulan data yang dilakukan dengan cara memberi seperangkat pertanyaan atau
pernyataan tertulis kepada responden untuk dijawabnya. Kuesioner merupakan
teknik pengumpulan data yang efisien bila peneliti tahu dengan pasti variabel
yang akan diukur dan tahu apa yang bisa diharapkan dari responden (Sugiyono,
2010:142). Setelah dilakukan pengisian kuesioner (angket) kemudian dilakukan
wawancara. Wawancara yang dilakukan adalah wawancara tak berstruktur yakni
wawancara bebas yang mana peneliti tidak menggunakan pedoman wawancara yang
telah tersusun secara sistematis dan lengkap untuk pengumpulan data. Pedoman
wawancara yang digunakan hanya berupa garis-garis besar permasalahan. Kemudian
selanjutnya data yang dikumpulkan bersumber dari dokumen-dokumen yang terkait
dengan objek penelitian dengan membuka situs-situs internet yang akurat.
E. Pengelolaan
Data
Pengelolaan
data dalam penelitian ini digunakan teknik analisis data dengan model miles dan
huberman
atau teknik analisis data kualitatif. Dalam analisis data
kualitatif terdiri atas tiga alur yaitu, reduksi data, penyajian data, dan penarikan
kesimpulan atau verifikasi (Sugiyono, 2010:246)
1.
Reduksi data (Data Reduction)
Reduksi data merupakan suatu proses
pemilihan, pemusatan perhatian pada penyederhanaan, pengabstrakan, dan
transformasi data awal yang muncul dari catatan-catatan tertulis di lapangan.
Reduksi data ini berlangsung secara terus-menerus selama penelitian kualitatif
berlangsung. Selama proses reduksi data berlangsung, tahapan selanjutnya ialah:
a. Mengkategorikan
data (Coding) ialah upaya
memilah-milah setiap satuan data ke dalam bagian-bagian yang memiliki kesamaan
(Moleong, 2011: 288).
b. Interpretasi
data ialah pencarian pengertian yang lebih luas tentang data yang telah dianalisis atau dengan kata lain,
interpretasi merupakan penjelasan yang terinci tentang arti yang sebenarnya
dari data penelitian (Hasan, 2002: 137).
Dalam penelitian ini, peneliti melakukan pemilihan data yang diperoleh
pada saat penelitian mengenai persepsi pemustaka tentang peternakan, daun
pepaya dan sistem imun pada ayam, kemudian data tersebut diklasifikasikan dan
dipilih secara sederhana.
2.
Penyajian data (Data Display)
Pada tahap ini, peneliti mengembangkan sebuah deskripsi informasi
tersusun untuk menarik kesimpulan dan pengambilan tindakan. Penyajian data yang
lazim digunakan dalam penelitian ini adalah bentuk teks naratif. Maksud dari
teks naratif ialah peneliti mendeskripsikan informasi yang telah
diklasifikasikan sebelumnya mengenai persepsi pemustaka tentang tepung daun
pepaya sebagai vitamin dalam meningkatkan imunitas untuk meminimalisir angka
moratalitas pada ayam fase starter yang kemudian dibentuk simpulan dan
selanjutnya simpulan tersebut disajikan dalam bentuk teks naratif.
3.
Penarikan simpulan (Conclusion/Verying)
Peneliti berusaha menarik simpulan dan melakukan verifikasi dengan
mencari makna setiap gejala yang diperolehnya dari lapangan, mencatat
keteraturan dan konfigurasi yang mungkin ada, alur kausalitas dari fenomena dan
proporsi. Pada tahap ini, penulis menarik simpulan dari data yang telah
disimpulkan sebelumnya, kemudian mencocokkan catatan dan pengamatan yang
dilakukan penulis pada saat penelitian.
Dari observasi
yang dilakukan dan hasil yang didapatkan dalam penelitian diperoleh data
sebagai berikut. Di SMP Unismuh Makasaar sistem pengajaran yang dipakai yaitu
memakai sistem satuan terpisah. Artinya antara siswa laki-laki dan perempuan
ruang kelasnya dipisah dalam pembelajaran. Kemudian adapun hal-hal yang mampu
meningkatkan relasi interpersonal siswa di SMP tersebut yaitu dengan adanya
wadah ekstrakurikuler (ekskul) yang dapat diikuti oleh siswa seperti Tapak
Suci, Kelompok Ilmiah Remaja, Ikatan Pelajar Muhammadiyah (IPM), dan Hisbul
Wathan.
Siswa siswi yang
berada di kelas VIII memiliki tingkat perekonomian yang berbeda. Beberapa dari
mereka berkubu-kubu namun tetap saling berinteraksi dengan baik kepada semua
siswa. Didapatkan hasil bahwa saat kegiatan ekstrakurikuler dilaksanakan mereka
dapat bercengkerama lebih hangat antar siswa laki-laki dan perempuan. Diluar
daripada itu, jika merunut pada kepentingan pembelajaran itu hanya lebih kepada
persoalan tugas mereka saling berinteraksi. Meskipun status sosial berbeda
namun tidak menjadi penghalang untuk mereka saling berinteraksi secara dekat
dan hangat baik siswa perempuan dengan perempuan maupun laki-laki. Seringkali
pula karena adanya kedekatan yang terjadi antar siswa terlihat ada yang
mengejek hanya untuk membuat yang lain tertawa. Meski dilain sisi ini bisa
terhitung sebagai sebuah perundungan, namun penulis mengamati dan menilai
tingkah siswa tersebut lebih kpeada karena adanya empati sesama siswa untuk
menciptakan hiburan sehingga berlaku demikian. Seperti teori Gardner (dalam
Musfirah, 2008) dikatakan bahwa kemampuan interpersonal terus berkembang
hingga dewasa,mereka pandai membuat orang lain merasa bahagia.
F. Kesimpulan
Dengan demikian, penelitian yang diperoleh dapat
disimpulkan bahwa relasi interpersonal siswa untuk kelas VIII di SMP Unismuh
Makassar terbangun karena adanya wadah ekstrakurikuler yang memberikan ruang
bagi siswa berinteraksi secara lebih. Kemudian selain itu, beberapa siswa yang
memiliki tingkat kemampuan interpersonal lebih diantara siswa yang lain
menunjukkan sikap yang lebih positif menciptakan hiburan dan kebahagiaan
diantara sesama siswa.
G.
Daftar Pustaka
Cangara, Hafied. 2011. Pengantar Ilmu Komunikasi, Jakarta: Raja
Grafindo
Musfiroh, Tadkiroatun. 2008. Pengembangan Kecerdasan Majemuk, Jakarta:
Universitas Terbuka
Nurihsan, Ahmad Juntika. 2007. Strategi Layanan Bimbingan dan
Konseling, Bandung: Refika Aditama
Sugiyono. 2011. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R &
D, Bandung: Alfabeta

0 komentar:
Posting Komentar