Memulai awal Ramadan di
kampung halaman
Adalah sebuah
kenikmatan tersendiri memulai awal waktu memasuki sebuah bulan yang suci, bulan
yang mana ibadah dilipatgandakan pahalanya oleh Allah SWT, bulan yang dijanjikan
penuh keberkahan, bulan Ramadan.
Memasuki usia
yang tengah berkelindan di zona duapuluhan, nalar tak lagi sama pada
tahun-tahun sebelumnya, raga menjelma dengan banyak perubahan, semuanya bersatu
lalu mengkomparasikan sesuatu yang telah terjadi di masa silam dan di masa
sekarang. Tiba-tiba saya berpikir, sudah cukup lama juga saya menjejak di bumi sang Pencipta
:’)
Deretan kisah-kisah
yang pernah saya jumpai, di beberapa tempat yang saya temui kembali, seolah seperti sebuah gembok yang berhasil menemukan kunci, pintu lalu terbuka dan tetiba saja
memuntahkan isi. Ingatan saya dipenuhi oleh berbagai perkara-perkara masa silam
yang pernah hadir.
Btw, saya tidak sedang
ingin memulai LAGU NADA SENJA alias alunan perasaan melankolis dalam nostalgia.
Tidak kawan, saya hanya berusaha ingin mengulas beberapa kisah yang bisa kita
petik maknanya bersama-sama. Tidak untuk meratapi atau mengenang dengan sendu
kisah yang pernah ada.
Jadi, orang-orang
yang saya kenali, mereka yang pernah dekat, semuanya telah hidup dalam
kesibukan masing-masing. Mereka telah bertransformasi dengan banyak ihwal yang
telah melekat pada diri sebagai identitasnya yang kini menjadi penanda untuk
dikenali. Ada yang sudah SARJANA, ada yang MASIH KULIAH, ada yang sudah BEKERJA, ada pula
yang sudah MENIKAH. Ada juga yang sedang pusing memikirkan DIRINYA INGIN
BERBUAT APA(?) :’) Karena penganggurannya dirinya. Teman sebaya,
teman yang lebih tua, teman yang lebih muda, para kerabat yang berada di
sepanjang jalan yang berdekatan dengan rumah, pohon-pohon, trotoar, segala
unsur yang telah lama terekam dalam peta internal saya menjadi sangat berubah
dalam pandangan yang saya punya.
Dalam teori
kognisi menurut Jean Piaget, hal tersebut dipengaruh oleh perkembangan
kognitif. Dan apa yang terjadi kepada orang-orang yang telah berumur seperti
saya sekarang ini telah mengalami tahapan kognisi dalam tingkatan ke-empat
yaitu tahap operasional formal yang mana perkembangan nalar atau individu telah
melaju dalam tahapan berpikir yang abstrak, lebih logis, dan idealis.
Di usia seperti
ini kita senang berpikir lebih banyak karena pikiran berpacu dengan membawa
lebih banyak pertanyaan terkait segala sesuatu yang didapatkan dalam kehidupan.
Seperti anak kecil, tapi pikiran kita
lebih kompleks lagi. Alasan-alasan mengapa kita hendak berperilakuan, semuanya
mendadak diperhatikan. Kenapa? Kenapa semuanya harus ditindaki, dilakui,
dikerjakan dan segala macam bentuk
sinonim pertanyaan tentang ‘perbuatan’ semuanya dipertanyakan. Apakah Anda merasakan hal yang sama(?)
Jika ya, selamat,
Anda sedang menempuh jenjang untuk naik tingkat dalam membangun kualitas diri
Anda.
Tapi, oke, kembali
kepada pembahasan awal karena kita tidak sedang ingin mendalami sebuah
filsafat:’D
Saya kembali
tersadarkan oleh sebuah bisikan ‘usiamu sedang
beranjak tua, apa yang telah kau lakukan hingga sekarang?’ . Hmm, oke baiklah, tidak mengapa. Sekarang saya
sedang menyenangi hal-hal yang datang kepada diri saya. Pikiran saya masih terus mengonsep hal-hal yang ingin saya kerjakan. Tidak mungkin juga saya menginginkan hidup orang lain
yang terlihat lebih bahagia atau citranya lebih diatas dari hidup saya (ditilik
dari pandangan manusia) yang kuinginkan segera seperti itu di saat sekarang. Oh jelas
tidak mungkin.
Jadi,
APAPUN YANG TELAH ADA DI HIDUP KITA SEKARANG,
MAKA NIKMATILAH DAN BANYAKLAH BERSYUKUR.
Kalimat ini yang dapat menjadi kunci pembuka
kebahagiaan setiap orang namun hanya segelintir yang bisa menyadari. Semoga orang-orang
yang telah membaca tulisan ini termasuk dari golongan orang-orang yang tersadar
akan hal ini.
Jadi usia saya sekarang adalah 20 tahun.
Saya merasa, saya perlu membuat titik loncatan
perubahan di kampung halaman saya.
Karena saya bukan lagi anak kecil yang berpikir
untuk menikmati kampung dengan bermain dengan banyak kepura-puraan (naik mobil
pura-pura, makan hasil buatan dari dedaunan dengan pura-pura, menjadi bintang
atau tokoh terkenal dengan pura-pura dan lain-lain sebagainya), juga bukan lagi
yang akan memainkan segala permainan penuh persaingan yang meski sangat mengasyikkan
(hadang-hadang, singkong-singkong,
main wayang, main karet, boy-boy dll). Ya bukan lagi. Karena masanya
telah lewat.
Jadi apa(?) Apa yang akan kita lakukan?
Dan pikiran saya berkata seperti ini
“Mari berkenalan kembali
dengan segala unsur yang ada di kampung kita. Orang-orang yang telah lama kita
tidak jumpai tentunya. Mereka-mereka yang pernah ada dalam kenangan kita di
masa silam dan saat ini telah banyak berubah.”
Mari membangun relasi dan menciptakan kembali kohesi
bersama mereka.
Karena mereka adalah sosok-sosok yang telah
berjasa di kehidupan kita sebelumnya.
--------------
Menjalani puasa Ramadan pertama untuk tahun ini,
saya seperti terlahir kembali menjadi sosok yang berbeda. Pikiran saya yang
dulunya picik tentang mereka, kini saya sadari bahwa semua yang ada di sekitar saya saat
ini, di kampung ini adalah orang-orang yang dengan kehebatannya masing-masing
memberi warna tersendiri dari berbagai waktu yang pernah saya habiskan dengan
mereka, mencipta SAYA dengan rasa yang kini menjadi penuh warna.
Dari lubuk pikiran yang terdalam, berkorelasi
dengan lubuk hati yang terdalam, rasio dan rasa yang menyatu menerjemahkan
bahasa itu pada raga dengan menyalur sebuah ekspresi saat melihat mereka semua,
segala unsur yang pernah ada, dipandang mata dengan kesan yang BERHARGA :).
Dan
TERIMA KASIH
Kata yang untuk mereka kuberi, dan yang selalu
kulontarkan kepada semua yang telah berjasa kepada diri.
Akhirul kalam,
SELAMAT MENUNAIKAN IBADAH PUASA DI BULAN SUCI RAMADAN BAGI YANG MENJALANKAN.
MARI MERAIH BERKAHNYA PUASA DENGAN SALING MEMAAFKAN.
Wassalam.
:)
2 komentar:
Masya Allah,sangat menginspirasi
Keren
Posting Komentar