Ketika semakin mempelajari ilmu pedagogik, saya semakin menyadari bagaimana anak-anak butuh dibimbing dengan cara yang lebih humanis. Ketika semakin mempelajari ilmu pendidikan, saya semakin tergugah menjadi seorang pendidik. Semakin dalam saya menyelami ilmu karakter, saya semakin menyadari naluri keibuan itu semakin mengalir dalam diri.
Ya, saya pernah membaca sebuah tulisan, bahwa setiap perempuan pada satu titik akan menemukan dirinya untuk merasakan naluri seorang ibu. Baik disadari maupun tidak. Ketika ia masih belum menikah ataupun telah menikah namun belum memiliki anak. Sesaat kemudian saya menyadari sesuatu, apakah perasaan ini adalah sebuah tanda? Tapi saya percaya semua ada waktunya. Untuk menjadi seorang ibu. Untuk mendidik generasi yang lahir dari rahim sendiri. Atau mungkin juga bisa jadi,jika tidak ditakdirkan memiliki anak dari rahim sendiri,diberi kesempatan untuk mengadopsi anak dan dijadikan anak sendiri.
Menikah adalah jembatan untuk melahirkan generasi. Dan sebelum fase itu tiba, adalah perkara yang penting untuk mendidik diri terlebih dahulu. Sebelum fase itu dijalani, perempuan mendapatkan kesempatan untuk belajar mencintai anak-anak sejak dini. Sebelum dia memiliki anak sendiri. Terkhusus mereka yang bekerja di bidang pendidikan, mereka memiliki banyak waktu untuk melakukan proses mendidik dan membina kepada anak-anak (yang bukan anaknya sendiri). Untuk membantu anak-anak tersebut tumbuh berkembang memiliki pengetahuan serta karakter yang bermutu.
Perempuan yang bekerja di bidang pendidikan, sudah sepantasnya menanamkan rasa cinta dan kasih sayang kepada anak didiknya. Yang patut dijadikan seperti anak sendiri.'Sense of belonging' alias rasa kepemilikan sebagai sebuah dorongan untuk menumbuhkan perlakuan yang dibutuhkan oleh anak-anak. Bukan rasa kepemilikan untuk menguasai dan mendorong anak-anak yang mengikuti keegoisan guru, tapi rasa kepemilikan yang menjadikan guru untuk mampu mengarahkan anak-anak menjadi sosok yang sesuai dengan diri anak tersebut. Karena setiap individu dikaruniai keiistimewaan oleh Tuhan. Dan tugas seorang guru untuk melihat potensi itu di dalam diri anak didiknya.
Tugas menjadi guru bukanlah tugas yang mudah. Ia perlu dibekali ilmu untuk memahami bagaimana anak tumbuh dan berkembang dengan cara yang tepat. Begitu pula menjadi seorang ibu. Anak-anak yang lahir adalah kertas putih yang akan mendapatkan lukisan sesuai dengan tindakan apa yang didapatkan dalam lingkungannya. Dan ibu adalah madrasatul ula. Guru pertama bagi seorang anak. Dan guru di sekolah menjadi sosok pelengkap bagi anak-anak untuk mendapatkan pendidikan yang lebih utuh.
Cita-cita hidup bangsa senantiasa mengharapkan kolaborasi pendidikan keluarga, sekolah dan masyarakat bersatu padu untuk membangun generasi bangsa yang gemilang. Yang cerdas intelektualnya dan memiliki budi pekerti yang baik. Melahirkan generasi cerdas berkarakter menjadi impian bangsa agar terbangun peradaban yang lebih maju.
Hal-hal besar dapat terjadi dari hal kecil yang dibentuk secara kolektif dan terus menerus. Kepada perempuan, baik praktisi pendidikan maupun bukan,adalah wajib untuk mempelajari ilmu untuk mendidik generasi. Sedikit demi sedikit yang kita pelajari saat ini akan membangun pengetahuan yang banyak untuk bekal menjadi seorang ibu suatu hari nanti.
Perempuan memang sangat istimewa. Maka dengan menyadari keistimewaan itu, ia perlu banyak belajar menghargai dirinya sendiri tentang keistimewaan yang dimiliki. Orang yang istimewa sudah tentu sadar bahwa keistimewaan itu bukanlah sesuatu yang perlu dibanggakan, namun sebagai sebuah amanah yang perlu dipertanggungjawabkan.
Menyadari diri sendiri sebagai perempuan berarti menyadari bahwa peran kita tidaklah sederhana. Namun tetaplah untuk merasa tenang dan mengusahakan diri bekerja keras memperoleh apa yang harus dipahami sebagai seorang perempuan.
Dengan demikian, semoga perempuan-perempuan yang menyadari hal ini dapat berperan membangun peradaban bangsa yang semakin baik. Dimulai dari lingkungan terkecil yakni dalam keluarga,mendidik anak-anaknya kelak dengan pengetahuan yang benar.
Jadi, untuk saat ini, tak perlu langsung melakukan hal besar. Cukup melakukan hal-hal yang sederhana dengan cinta yang besar. Mencintai anak-anak, belajar memahami proses mendidik, juga yang paling penting terlebih dahulu dipahami adalah mencintai diri sendiri sebagai calon penetas dan pendidik generasi suatu hari nanti.
0 komentar:
Posting Komentar