Selasa, 13 September 2022

See Beyond The Eyes Can See

Adalah satu kalimat yang selalu saya favoritkan. Saya jadikan kalimat di deskripsi blog dan di bio instagram. 

Kalimat itu jika dialih bahasakan ke dalam bahasa Indonesia memiliki arti 'lihatlah lebih dari apa yang bisa dilihat oleh mata'. Secara gambaran luas, memiliki makna bahwa ketika menghadapi sesuatu, melihat sesuatu, mendengar sesuatu, dan apapun yang dapat diinderai, maknailah lebih dalam. Jangan mudah mengambil kesimpulan instan. Jangan jadi reaktif. Jangan mudah impulsif. Cernalah lebih luas. Jangan hanya menilai yang tampak. 

Sederhananya, jadilah pribadi yang selalu mampu memaknai sesuatu dengan bijaksana. 

Saya ingin mengontekskannya pada sebuah perkara. Semisal, seseorang engkau dapati membicarakanmu di belakang. Seseorang menilaimu tidak seperti apa yang sebenarnya dirimu. Jika kamu memakai prinsip ini 'see beyond the eyes can see' kamu tak akan bersikap reaktif. Walau hatimu mungkin terasa sakit. Kamu bisa saja membalas. Tapi kamu memilih untuk merenungkan mengapa seseorang bersikap demikian terhadapmu. Jika ditelaah secara mendalam, jika penilaian seseorang itu tak mengganggu stabilitas hidupmu secara jangka panjang, kamu akan bersikap untuk tetap tenang. Kamu pun tak perlu memiliki pikiran untuk mengonfirmasi apa yang mereka duga. Tak perlu membuang waktu untuk sesuatu yang tak terlalu penting. Membiasakan diri melihat sesuatu yang kecil dan yang besar. Jangan membesar-besarkan yang kecil, dan jangan membuat sesuatu yang besar untuk disepelekan. Latih diri untuk memahami keduanya.

Lalu, kamu hanya perlu memaafkan. Karena kita paham manusia tidak sempurna. Atas dasar ketidaksempurnaan itu manusia bisa melakukan kesalahan. Maka tidak perlu diperpanjang. Cukup dimaafkan. Karena Tuhan mengajarkan kita untuk bisa memaafkan. Walaupun membalas tidak dilarang. Tapi Allah bilang, lebih mulia jika bisa memaafkan. 

Dan juga terhadap diri kita sendiri. Perlu untuk beristighfar alias memohon ampun kepada Allah. Kita tidak pernah tahu kekhilafan kita atas apa yang terlintas dalam hati saat mendengar sebuah perkara yang tak menyenangkan. Boleh jadi kita sesaat merasa dendam dan tak sadar memaki dalam diam. Walau hanya dalam diam dan tanpa diketahui oleh siapa-siapa, kita perlu untuk memohon diampuni oleh Allah. Maka perbanyak mengucap istighfar. Karena boleh jadi perasaan kita salah. Apa yang kita pikirkan tak sesuai dengan yang sebenarnya. 

Nah, seperti itu salah satu contoh keluasan makna kalimat yang saya favoritkan itu. Jika ada yang penasaran mengapa saya bisa menemukan kalimat tersebut, itu adalah hasil dari mendalami kisah Penakluk Konstantinopel, yang baru selesai dibaca pada tahun 2020. Bacaanku cukup tertinggal bukan? Tapi tak mengapa.

Ya, dia adalah keturunan Ustman yang ketujuh bernama Sultan Muhammad Al-fatih atau Mehmed II yang berasal dari Turki. Sebab inilah, saya sangat menjadikan Turki sebagai salah satu list town yang ingin saya kunjungi. Semoga Allah meridhai, aamiin. 

Membaca kisah sejarah tak pernah tidak untuk menciptakan sebuah rasa kagum dalam hati saya. Ketika hati saya juga sedang tidak senang, saya sering mengalihkan diri untuk tenggelam dalam bacaan. Apapun itu. Saya jarang untuk langsung bercerita kepada orang lain. Biasanya sering menangis. Kemudian merenung panjang. Kalo sudah begitu, biasanya dibawa ke dalam shalat lalu mengadu kepada Allah. Setelah itu barulah menjadikan buku sebagai pelabuhan terakhir. 

Ketenangan itu bagi saya sumber primernya ya dari Allah, kemudian pelengkapnya adalah membaca atau menulis, terakhir jika hati sudah tenang saya menyimpannya sendiri. Jika saya ingin, saya akan menghubungi seseorang untuk bercerita. Tapi saat ini, saya sedang tak ingin bercerita kepada siapa-siapa. 

See beyond the eyes can see.
Lihatlah dari apa yang bisa dilihat oleh mata.
Maknai segala sesuatu lebih mendalam.
Lampaui apa yang tampak. Lihatlah apa yang tak tampak. 

(Loc: Taman Hutan Raya Ir. Djuanda, Bandung)


0 komentar: