Sabtu, 27 Juli 2019

The last task from Studi Kemasyarakatan Indonesia

Wanita dan Karir
(Pandangan Islam dan Persepsi Wanita Karir oleh Para Masyarakat)

Oleh : Nurul Fathanah

Perempuan merupakan makhluk yang diciptakan dengan memiliki kedudukan istimewa dalam kehidupan sesuai dalam pandangan islam. Perempuan ditinggikan derajatnya setara dengan laki-laki dan menurut firman Allah dalam kitab Al-quran bahwa yang dinilai dari para semua manusia baik laki-laki maupun perempuan adalah takwanya. Namun meskipun begitu, pengkajian-pengkajian perempuan dalam Islam, dalam sebuah hadits dikatakan bahwa perempuan lebih mulia tinggal di dalam rumah daripada berada di luar rumah. Secara penafsiran, hadits ini merujuk pada aktivitas setelah perempuan menikah. Ini memberikan makna bahwa perempuan diistimewakan untuk menjadi seseorang yang berkiprah di lingkungan rumah untuk anak dan suaminya dibandingkan di luar rumah. Menanggapi hal tersebut, dalam realita yang terjadi sekarang ini, justru perempuan banyak berperan diluar rumah dan membantu suaminya dalam hal finansial. Lalu bagaimanakah pendapat para narasumber terkait hal ini?

Narasumber yang diambil dari beberapa orang dan kebanyakan dari kalangan yang seusia dengan penulis.

Drs. Syafri, M.Pd (50 tahun) = Tentang wanita dan karir serta kaitannya dalam pandangan islam beliau mengatakan bahwa ia tidak melarang istrinya untuk bekerja di luar rumah selagi ia masih bisa menyeimbangkan pekerjaannya di rumah, dan mampu saling memberikan kesepahaman terhadap suami.

Achmad Husein Nyompa (20 tahun) = Hal tersebut tidak menjadi masalah bagi saya, jika nanti saya berkeluarga, saya tidak akan membatasi istri saya untuk berkiprah di luar rumah karena hakikatnya manusia adalah bergerak, menjadi seorang khalifah. Namun tapi dengan tetap memperhatikan kewajiban-kewajiban utamanya di rumah, tidak mengabaikannya dan tidak menjadikan alasan pekerjaan di luar rumah untuk malas melakukan tugasnya di rumah.

Wiwi Aulia (20 tahun) = Saya bergantung dari suami saya nanti, jika dia tidak mengizinkan saya bekerja maka saya akan mengikuti karena kelak nanti yang menjadi pemimpin keluarga adalah seorang suami dan sebagai seorang istri harus patuh terhadap perkataannya selama itu tidak melanggar syariat islam.

Sri Wahyuni (20 tahun) = Jika nanti saya memiliki seorang suami dan melarang saya untuk bekerja karena maka saya akan berusaha melobi dan menggunakan pandangan-pandangan rasional untuk menyampaikan maksud dan keinginan saya, yang tetap merujuk dalam pandangan Islam, karena kita tidak boleh parsial dalam memaknai sebuah hadits atau firman Allah, karena sesungguhnya Allah menciptakan manusia di bumi agar kita baik perempuan dan laki-laki sama-sama berlomba-lomba dalam mencari kebaikan. Jika perempuan dibatasi hanya berkiprah di dalam rumah saja lantas bagaimana ia bisa menyalurkan kemampuannya untuk mewujudkan kebermanfaatannya sebagai manusia? padahal dalam sebuah hadits juga dikatakan bahwa sebaik-baik manusia adalah manusia yang bermanfaat kepada sesama.

Asyifah Qalbi (19 tahun) = Menjadi seorang wanita karir itu adalah sebuah tanggungjawab, juga sebagai manifestasi oleh firman Tuhan terhadap manusia sebagai khalifah. Oleh karena itu, saya tidak sepakat jika perempuan dibatasi pergerakannya, karena di negara kita sudah lama digaungkan emansipasi dan kesetaraan gender. Intinya, dalam pergerakan tersebut tidak menzalimi diri dan tetap mengingat kewajiban untuk di rumah jika telah menjadi seorang istri.

Dra. Jumiati, M.Pd (50 tahun) = Tugas utama saya ada di rumah, pekerjaan saya di luar hanya sebagai pekerjaan sampingan untuk mengisi waktu-waktu saya dan mengimplementasikan firman Tuhan terhadap manusia baik laki-laki dan perempuan untuk sama-sama berfastabiqul khairat (berlomba-lomba dalam kebaikan). Oleh karen itu, perempuan jangan dibatasi, namun tetap tahu diri atau sadar diri sebagai seorang yang punya tanggungjawab yang besar di rumah di posisi sebagai seorang istri.

Terhadap narasumber yang lain, kebanyakan juga mengatakan bahwa perempuan tidak boleh dibatasi karena kita telah berada dalam negara dengan payung emansipasi dan kesetaraan gender. Dalam memaknai sebuah teks agama, sebagai manusia yang diberikan nalar atau pikiran untuk berpikir rasional, kita harus bisa menejermahkan teks tersebut secara holistik dan tidak parsial agar pemahaman kita terhadap teks tersebut yang dikaitkan terhadap konteks yang ada tidak bias dan tepat sesuai hal yang dimaksudkan. Memandang keadaan realitas sekarang juga, kita harus bisa memandang kebutuhan yang ada. secara universal manusia diharuskan untuk terus bergerak sebagai seorang khalifah (QS. AL-Baqarah:30) agar mampu memberikan perubahan yang baik terus-menerus. Dan terhadap peranan-peranan yang diemban baik laki-laki maupun perempuan terkhusus di ranah atau posisi sebagai seorang suami atau istri juga harus mampu diseimbangkan terhadap pekerjaannya, keduanya harus memiliki kesepahaman yang baik dalam mengambil setiap keputusan, agar mahligai rumah tangga senantiasa dalam kondisi sakinah, mawaddah, warahmah, dan mampu menjadikan diri mereka sebagai fasilitator bagi generasi-generasi yang lahir dari keduanya sehingga dengan adanya generasi tersebut yang dididik oleh orang-orang yang memiliki kebijaksanaan dan pemahaman yang  matang dan cemerlang mampu membangun peradaban yang maju dan lebih jaya. Dan perempuan adalah kuncinya. Jika ingin menjadikan negara baik, maka perempuan harus punya perilaku yang baik. Oleh karena itu, para perempuan-perempuan harus berusaha menjadikan dirinya sebagai perempuan yang cerdas, memiliki wawasan yang luas dan terbuka, dan berakhlak mulia sehingga mampu membangun negara dengan lahirnya generasi-generasi cemerlang dari rahimnya.

0 komentar: