Minggu, 28 Juli 2019

Jejak 21



(loc : Bangkala Barat, Kab. Jeneponto)

Tertanggal 28 Juli 2019, usia 21 tahun tersemat kepada dirinya; seorang perempuan penyuka warna biru kembali dipertemukan dengan hari lahirnya. Alhamdulillah, kembali diberikan nikmat untuk menghirup udara diusia yang beranjak menjadi lebih tua. Nurul Fathanah. Gadis desa yang kini berdomisili di kota. Yang dulu punya sifat suka banyak diam dan kini berproses untuk menjadi perempuan yang lebih ramah. Hem, tapi benarkah sudah menjadi ramah(?)

Kelindan waktu yang telah dilaluinya hingga usianya menemui angka 21 seperti sekarang menuai begitu banyak kisah dan ibrahnya. Kita selalu punya cerita berbeda meski kita berpijak di bumi yang sama. Nah kan? Tentulah, sangat jelas. Kian hari, kian kemari, kian kita menyadari apa yang sebenarnya yang kita cari di bumi yang fana ini? Ketika kita terlalu lelah dengan sesuatu yang kita inginkan dan tak kuasa menghadapinya, ketika kita diperhadapkan oleh kesunyian di tengah ramainya manusia, ketika waktu-waktu yang kita harapkan tak datang sesuai yang diinginkan oleh hati kita, kita seringkali bertanya dan pada akhirnya kita sendiri pulalah yang kemudian mencoba menjawabnya untuk mencari ketenangan.

Aneh terkadang memang. Kebebasan selalu menjadi salah satu poin  yang diharapkan oleh manusia, bebas untuk berbuat apa saja, bebas untuk mengekspresikan segala hal yang diinginkan oleh perasaan, namun pada nyatanya? Kita sebenarnya tak pernah benar-benar bebas di kolong langit yang tak kecil ini. Kita selalu terikat oleh aturan, dan lebih banyak tentang aturan yang tidak tertulis yang dikandung oleh semesta. Ketika berada dalam kesibukan kita selalu mengharapkan kebebasan, lantas ketika kemudian kebebasan itu datang, manusia kembali bergumam dan mengharapkan kesibukan. Apa yang kita inginkan? Manusia terlalu banyak berkeluh kesah, dan sedikit bersyukur dengan apa yang dipunya:’)

Setahun yang lalu saya pernah berjanji pada diri saya untuk menuliskan beberapa refleksi penting dari 20 tahun diri saya menjejaki bumi. Namun tak pernah saya lakukan dan hanya sampai bermuara di pikiran saja, segala bentuk refleksi itu hanya sampai pada kesadaran yang disimpan dalam jiwa dan pikiran, tak tembus dalam muara tulisan. Dan ada beberapa keinginan yang lain pula dan boleh dibilang cukup banyak keinginan saya yang hanya sampai pada titik “pengharapan” dan tidak sampai menemui titik “aksinya”. Lalu apa artinya? Saya masih terlalu banyak “berniat” dan minim “bergerak”. Sungguh, ini salah satu refleksi yang butuh revolusi.

Pertambahan Usia. Setiap orang yang menemui hari lahirnya sering sekali merasakan kesan berbeda dari hari-hari yang lainnya. Orang lain memandang ini biasa saja, namun yang merasakan mengakui ada hal yang berkesan disana. Mungkin tidak semua orang, namun kebanyakan memiliki persepsi yang sama yang saya katakan. Dan usia 21. Usia yang tidak lagi merupakan usia belia dalam tempuhan perjalanan waktu. Seperti saya saat ini, benar-benar merenungi apa yang telah saya lakukan di usia yang telah mencapai angka 21 ini? Perenungan demi perenungan terkait perbuatan-perbuatan di masa silam bermunculan dan ditimbang-timbang tentang baik buruknya, tentang bermanfaat tidaknya, dan tentang-tentang yang lainnya.

Kesadaran demi kesadaran mencairkan kebekuan tentang anggapan-anggapan dalam kenyataan. Kadang kita merasa menyesal tentang apa yang buruk kita lalui, merasa tidak beruntung tentang apa yang kita miliki, namun sering kali lupa mensyukuri apa yang baik yang kita miliki. Kita selalu berfokus pada aspek negatif tanpa benar-benar mau memandang terbuka dengan lebar terhadap apa yang positif yang kita alami hingga saat ini, meski porsinya amat kecil. Maka berjanjilah pada diri untuk berhenti membandingkan kehidupan yang kita jalani dan yang dialami oleh orang lain. Karena kebahagiaan setiap orang memiliki porsinya tersendiri. Menerima pahit tanpa mencerca diri karena telah salah memilih pilihan yang sepantasnya untuk dipilih. Itu salah satu cara agar rasa tenang pada diri bisa berada dekat untuk melingkupi. Ini adalah ungkapan untuk diri penulis sendiri dan berharap juga semoga bermanfaat bagi para pembaca tulisan ini.

Orang-orang dalam hidup kita datang silih berganti, berbagai versi sifatnya kita temui, semuanya memberi arti. Kita belajar, kita menerima banyak makna. Dari setiap pengalaman yang satu dan yang satunya lagi dan hingga berbagai pengalaman yang telah dijalani, pengajarannya bermuara pada empat poin yakni tentang “TANGGUNGJAWAB, KETULUSAN, KESEDERHANAAN, DAN KEBERMANFAATAN”.

Hidup adalah anugrah dan harus diperTANGGUNGJAWABkan. Sesuatu akan terasa berat jika tidak dilakukan dengan KETULUSAN. Apapun perkataan orang, jika itu baik untuk dilakukan, bagaimanapun tanggapannya, tetaplah berlaku dengan sifat KESEDERHANAAN, agar jika dipuji kita tidak terlampau terbang, dan jika dicaci kita tidak merasa tumbang. Serta melakukan sesuatu dengan selalu mengarah pada aspek yang menyalurkan KEBERMANFAATAN, baik kepada diri secara khusus, dan kepada khalayak umum secara utama.

Harapan besar untuk diri sendiri di waktu-waktu ke depan;

“SEMOGA SEGALA PILIHAN ADALAH UNTAIAN SUARA NURANI YANG PADA AKHIRNYA TAK MEMILIN KECEWA YANG BESAR PADA DIRI. SEGALA KONSEKUENSI DITERIMA DAN DIHADAPI. SEGALA YANG MENCOBA MEMPENGARUHI SEMOGA DAPAT TERFILTER DENGAN PROSES YANG JERNIH. APAPUN ITU, SEMOGA SELALU DALAM KONDISI YANG MURNI, MURNI ATAS PILIHAN YANG BENAR-BENAR DATANG DARI DALAM DIRI UNTUK DIJALANI“

Diri ini dan segala yang ada semoga selalu dapat beradaptasi.

Ahad, 28 Juli 2019.
Di kamar kecil, Kabupaten Gowa.
Nurul Fathanah :)

3 komentar:

Pusat Biologi mengatakan...

Insya Allah kado terindah di umur 21 tahun adalah wisudawan terbaik🤲🤲

Nurulfaa mengatakan...

waaah, terima kasih banyak atas harapannya

Susi susanti mengatakan...

Selamat bertambah usia.selain dalam tindakan yg bermanfaat ke sesamamu, Tetaplah mengabadi lewat untaian tulisan2, yg memotivasi tentunya.