Senin, 14 Agustus 2017

#PEMBELAJAR


  HAKIKAT SEORANG PEMBELAJAR
IMMawati Nurul Fathanah

Manusia dalam penciptaannya dibekali dengan  sesuatu yang tak diberikan kepada makhluk lain dan hanya diperuntukkan oleh manusia itu sendiri yakni bekal sebuah akal. Adanya akal mampu menjadi indikator pembeda dari manusia terhadap makhluk lainnya. Akal menurut pendapat  seorang yang bernama Ar-Raghib Al-Ashfahany dalam Al-Mufradat fii Gharib al-Qur’an (p. 346) mengungkapkan bahwa akal merupakan daya atau kekuatan yang berfungsi untuk menerima dan mengikat ilmu. Secara terminologi umum, akal dapat diartikan sebagai suatu peralatan rohaniah manusia yang berfungsi untuk membedakan yang salah dan yang benar serta menganalisis sesuatu yang kemampuannya sangat bergantung luas pengalaman dan tingkat pendidikan, formal maupun informal.
Seorang pembelajar yang budiman senantiasa menggunakan akalnya dengan cermat. Pembelajar atau dengan istilah umum yaitu penuntut ilmu adalah orang-orang yang mencari ilmu baik dalam lingkup formal maupun non formal  untuk dimanfaatkan kepada dirinya secara khusus dan kepada orang lain secara umum. Pembelajar budiman selalu mampu untuk memahami dan menelaah setiap ilmu yang diperolehnya. Tidak secara mentah-mentah menelan apa yang baru saja dicicipi oleh indranya sehingga pada akhirnya tidak pula dengan gampang memuntahkan pengetahuan yang tidak tertelaah oleh akal dengan baik.
Pun hal penting yang harus selalu dimiliki oleh seorang pembelajar dan setiap manusia di permukaan bumi adalah rasa tawadhu’ atau rendah hati ketika telah menerima ilmu pengetahuan yang baru yang telah mengeyangkan pikirannya. Dalam pengkajian islam, bentuk realisasi mengenai adanya akal dapat dibuktikan ketika seseorang mengetahui suatu tanda (ayat) maka ia selanjutnya harus memikirkan hakikat yang terkandung di balik tanda tersebut, proses ini disebut dengan tafakkur. Ketika seseorang telah mendapatkan pelajaran dari aktivitas berpikir tersebut maka yang harus dilakukan ialah memahaminya secara benar dan mendalam, dan proses memahami hasil (natijah) hal itu disebut dengan tafaqquh. Setelah seseorang memahami suatu ilmu maka yang harus dilakukan selanjutnya ialah mengingat apa yang telah ia pahami dari hakikat tersebut dan proses seperti ini disebut dengan tadzakkur. Lalu ketika manusia selalu mengingat ilmu yang telah ia pahami maka upaya terakhir yang seharusnya dilakukan oleh orang yang berpikir ialah tadabbur atau melihat kembali hakikat dari suatu peristiwa atau ilmu yang telah dipelajari sebelumnya.
Konsep akal sangat sarat akan nilai-nilai ilmu pengetahuan. Dengan akal, manusia diarahkan untuk memikirkan hal-hal yang bisa dijangkau untuk menangkap esensi di balik suatu tanda. Menurut cara pandang islam, ketika manusia mampu memahami hakikat suatu ilmu maka akan bertambah pula keimanan dan ketakwaannya kepada Allah SWT. Lain hal dengan cara pandang Barat yang memahami hakikat ilmu lebih menitikberatkan pada aspek rasional semata.
           Dengan demikian, sebagai pembelajar muslim kita harus selalu mengingat hakikat diri sebagai seorang pembelajar, selalu sadar bahwa segala ilmu yang didapatkan hendaknya senantiasa lebih membuka pikiran bahwa sesungguhnya akal diciptakan untuk mengetahui kelemahannya bukan dengan bertambahnya ilmu menjadikan kita sebagai seorang menjadi orang yang lebih berbangga namun yang harus dipahami adalah bahwa dari pengetahuan yang diperoleh menyadarkan kita ternyata diri kita adalah makhluk yang tak banyak tahu, sehingga dengan hal tersebut dapat menjadi stimulus untuk lebih memacu diri untuk menjadi lebih tahu dan terus mencari ilmu.

#Keilmuan
#Salam_Akselerasi
# FKIP_Satu
#FKIP_Berdiaspora
#IMM_Bersinergi

 

0 komentar: