Tersebutlah, sebuah istana yang
berlatarkan dengan warna biru. Seorang manusia berjenis perempuan, hanya
seorang perempuan biasa, sebut saja dirinya Nunah. Ia menjatuhkan pilihan
terakhirnya untuk memasuki istana itu setelah ia menuju banyak istana untuk
“memilih kemudian tak dipilih”.
Pada awalnya, hatinya meragu.
Namun, ia berusaha menguatkan hatinya sendiri untuk bisa melanjutkan pilihannya
dan berusaha meneguhkan niatnya.
Hari demi hari ia berkunjung ke
istana tersebut. Tujuannya hanya satu, untuk memperoleh ilmu dari
petinggi-petinggi istana yang memiliki ilmu yang hebat itu. Sebelum ia
bertandang setiap hari di istana itu, tujuannya memang hanya itu, untuk menimba
ilmu sebagai bekal menjadi seseorang yang hebat, di sebidang ilmu yang ingin digelutinya
tersebut.
Lambat laun, ia kemudian berlabuh
ke suatu tempat. Dari beberapa pelabuhan tempat orang-orang di dalam istana itu
mengais kesibukan lain selain mencari ilmu sesuai disiplin ilmu yang digeluti, mata
Nunah kemudian tertuju pada sebuah tempat yang berlatar merah. Sebutannya oleh
orang-orang sekitar adalah laskar merah. Nunah penasaran dengan tempat itu dan
ia pun memilih bergabung dengan orang-orang tersebut.
Awalnya, Nunah merasa berat
dengan hal-hal yang menjadi orientasi awal yang menjadi syarat sebelum
bergabung di laskar merah itu. Tetapi, kemudian Nunah memperbaiki niatnya. ‘Katanya’
biar terasa lebih ringan menjalani, keikhlasan dari dalam hati harus menjadi
hal utama untuk ditaati.
Dan jadilah Nunah bagian dari
laskar merah ini. Ia bertemu dengan orang-orang yang penuh dengan ilmu-ilmu
pembimbing ke jalan maslahat. Ilmu-ilmu yang disebut ilmu spiritual yang
menjadi pondasi manusia berlaku sholeh sholehah dan memiliki kepentingan
mementingkan bekal untuk di akhirat.
Manusia-manusia yang lebih tua
dari Nunah itu memiliki watak yang ramah, senang menasihati, berintelektual
tinggi, namun senantiasa rendah hati. Mereka manusia-manusia yang beruntung
telah diilhami banyak ilmu dari sang pemilik ilmu. Dalam hati, Nunah membatin
“Aku ingin seperti mereka”
Di setiap kesempatan, setiap
Nunah berkunjung ke laskar merah, nasihat-nasihat tak pernah habis di dapatnya.
Ada dua hal yang tak pernah luput dari seorang anggota laskar merah “Al-quran
dan buku bacaan”. Kemanapun, dimanapun, kedua benda itu selalu bertengger di dalam
tas mereka. Setiap kali bertemu dengan orang-orang petinggi laskar merah selalu
saja tersulut pertanyaan “Sedang baca buku apa saat ini, Dik?”
Nunah mungkin pernah merasa
menyesali keberadaannya berada di istana biru, namun ketika di laskar merah Nunah
merasa beruntung. Namun dengan jalan istana biru lah, ia bisa sampai di gerbang
laskar merah. Ia tidak seharusnya memiliki penyesalan. Kesyukuran harus selalu
bertengger dalam dirinya. Karena Nunah menyadari bahwa di dunia tempat ia
menghirup udara ini, tidak ada sesuatu pun yang tidak patut disyukuri, bahkan
ketika mendapat sesuatu yang disebut musibah pun, merupakan sesuatu yang patut disyukuri
karena setiap yang terjadi terdapat bingkisan hikmah di dalamnya. Jadi, nikmat
mana lagii yang akan kau dustakan, Nunah? Mudah-mudahan syukur menjadi
bersungguh-sungguh menghinggap dalam jiwa.
MERAH DI BIRU. Dua warna yang
akan senantiasa Nunah sandang di hari-harinya. Menjadi bagian yang senantiasa
disyukuri karena telah memilikinya, walau dengan alasan apapun, takdir telah
memintanya mendapatkan kedua warna itu. Keep hamasah. Jadilah bagian penting,
Nunah! Karena Allah, aamiin.

0 komentar:
Posting Komentar